Jurang Perlindungan Hukum: Nasib Pekerja Rumah Tangga di Indonesia dan Standar Global
Jurang Perlindungan Hukum: Nasib Pekerja Rumah Tangga di Indonesia dan Standar Global
Ditinjau dari Hukum Ketenagakerjaan dan Hak Asasi Manusia
Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan salah satu kelompok pekerja informal terbesar di Indonesia, namun ironisnya, mereka berada di **wilayah abu-abu (*grey area*)** dalam hal perlindungan hukum. Status PRT sebagai pekerja yang bekerja di sektor domestik pribadi seringkali menyebabkan mereka terisolasi dan rentan terhadap pelanggaran **hak asasi manusia (HAM)**.
1. Status Hukum Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
Perlindungan hukum bagi PRT di Indonesia masih dianggap **belum memadai** karena belum diatur melalui Undang-Undang (UU) yang khusus dan komprehensif.
A. Ketiadaan UU Ketenagakerjaan
Masalah utama adalah **PRT tidak dimasukkan sebagai subjek yang diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan**. Akibatnya, PRT tidak mendapatkan hak normatif yang sama dengan pekerja formal, seperti:
- Kepastian mengenai upah minimum.
- Jam kerja yang jelas dan hak lembur.
- Cuti tahunan dan cuti sakit.
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
B. Peraturan yang Ada (Permenaker No. 2 Tahun 2015)
Saat ini, perlindungan PRT hanya diatur dalam lingkup **Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga**. Namun, Permenaker ini dinilai **kurang kuat** karena bukan turunan langsung dari UU Ketenagakerjaan, sehingga implementasi di lapangan tidak berjalan lancar dan pengawasannya lemah.
Meskipun demikian, secara umum, hak-hak dasar PRT di Indonesia dijamin oleh dasar hukum yang lebih luas:
- **Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27 ayat (2)** tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
- **Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999** tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
- **Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004** tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
C. Urgensi RUU PPRT
Sejak lama, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mendorong percepatan pengesahan **Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)**. Pengesahan RUU ini dianggap sebagai landasan utama untuk memberikan **kepastian hukum, pengakuan, dan perlindungan HAM** kepada PRT serta mengatur penyalur dan pemberi kerja secara lebih jelas.
2. Hak dan Kewajiban Pekerja Rumah Tangga
Dalam kerangka Permenaker dan RUU PPRT (draf), berikut adalah hak dan kewajiban utama yang menjadi fokus pengaturan:
| Pihak | Hak Utama | Kewajiban Utama |
|---|---|---|
| Pekerja Rumah Tangga (PRT) | Mendapatkan upah yang layak, waktu istirahat (cuti/libur), perlakuan yang adil, dan bebas dari kekerasan. | Melakukan pekerjaan kerumahtanggaan sesuai kesepakatan, menaati peraturan, dan menjaga kerahasiaan rumah tangga Pemberi Kerja. |
| Pemberi Kerja (Majikan) | Mendapatkan PRT yang kompeten, dan mendapatkan pelayanan sesuai perjanjian kerja. | Memenuhi hak-hak PRT (upah, istirahat, jaminan sosial), memberikan perlakuan yang manusiawi, dan dilarang melakukan kekerasan. |
3. Perbandingan dengan Perlindungan Internasional (Studi Kasus Filipina)
Perlindungan PRT di Indonesia sangat kontras dengan standar internasional, terutama negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 189.
A. Konvensi ILO No. 189
Konvensi ILO No. 189 tahun 2011 tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga merupakan standar global yang menjamin PRT mendapatkan hak-hak dasar yang setara dengan pekerja formal lainnya, termasuk:
- Jam kerja yang layak (maksimum).
- Hari istirahat mingguan (minimal 24 jam berturut-turut).
- Hak atas upah minimum yang adil.
- Perlindungan jaminan sosial.
Penting: Indonesia saat ini **BELUM meratifikasi Konvensi ILO 189**.
B. Studi Kasus Filipina
Filipina sering dijadikan contoh keberhasilan karena mereka **telah meratifikasi Konvensi ILO No. 189** dan memiliki **Undang-Undang khusus PRT, yaitu *Republic Act No. 10361* (Domestic Workers Act) sejak 2013**.
| Aspek | Indonesia (Permenaker/RUU PPRT) | Filipina (UU Khusus & ILO 189) |
|---|---|---|
| Payung Hukum Utama | Permenaker No. 2 Tahun 2015 (Kekuatan Hukum Rendah). | UU Republik Act No. 10361 (Kekuatan Hukum Kuat). |
| Ratifikasi ILO 189 | Belum diratifikasi. | Sudah diratifikasi. |
| Upah & Kesejahteraan | Diatur, namun implementasi Jaminan Sosial rendah. | Upah PRT Migran distandarisasi tinggi dan perlindungan jaminan kesejahteraan terorganisir. |
4. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Kelemahan hukum di Indonesia secara langsung berkorelasi dengan tingginya kasus pelanggaran HAM yang dialami PRT, yang dipicu oleh minimnya pengawasan dan lingkungan kerja yang privat. Pelanggaran tersebut meliputi:
- **Kekerasan Fisik dan Psikis:** Sering mengalami penganiayaan dan perlakuan sewenang-wenang.
- **Kerja Paksa:** Tidak adanya batasan jam kerja yang jelas seringkali berujung pada jam kerja yang berlebihan tanpa istirahat yang cukup.
- **Upah Tidak Dibayar:** Kasus penahanan atau pemotongan upah yang tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme hukum perburuhan biasa.
Perjuangan pengesahan RUU PPRT di Indonesia merupakan cerminan dari komitmen negara untuk mengakui PRT sebagai **pekerja seutuhnya** dan memenuhi hak-hak konstitusional mereka sebagai warga negara yang setara, yang merupakan bagian integral dari pemenuhan HAM.
BebasKerja.biz.id